Wednesday, May 7, 2008

cinta segilima

Fungsi menciptakan bentuk,

bentuk disesuaikan dengan fungsi

Mengapa pisau diciptakan lancip dan tajam, mengapa bibir gelas tebal dan halus, mengapa tidak sebaliknya? Jawabannya adalah ungkapan di atas. Karena pisau diciptakan demikian, karena ia berfungsi untuk memotong sedangkan gelas untuk minum.

Kalau bentuk gelas sama dengan pisau maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau pisau dibentuk seperti gelas, maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia dalam fungsinya.

Sejak jaman dahulu orang menyadari akan adanya perbedaan, bahkan kini para pakar pun mengakuinya.

Anton Nemiliov (cendikiawan Rusia) dalam bukunya The Biologocal Tragedy of Women menguraikan secara panjang lebar perbedaan-perbedaan tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan kenyataan-kenyataan yang ada.

Murthadha Muthahhari seorang ulama Iran dalam bukunya juga dengan judul Nizham Huquq al-Mar’ah menuliskan sebagai berikut:

” lelaki secara umum lebih besar dan lebih tinggi daripada perempuan; suara lelaki dan telapak tangannya kasar, berbeda dengan suara dan telapak tangannya perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat dari lelaki, tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding lelaki, dan lebih cepat bicaranya, bahkan lebih dewasa dari lelaki. Rata-rata bentuk kepala lelaki lebih besar dari kepala perempuan, tetapi jika dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, maka sebenarnya perempuan lebih besar. Kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar/banyak daripada perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat daripada lelaki.”

secara umum lelaki lebih cenderung kepada olahraga, berburu atau pekerjaan yang melibatkan gerakan di banding wanita.

Lelaki secara umum cenderung kepada tantangan dan perkelahian, sedangkan wanita cenderung kepada kedamaian dan keramahan; lelaki lebih agresif dan suka ribut sementara wanita lebih tenang dan tentram.

Perempuan menghindari penggunaan kekerasan terhadap dirinya atau orang lain, karena itu jumlah wanita yang bunuh diri lebih sedikit dari lelaki. Dan caranya pun berbeda, biasanya lelaki menggunakan cara yang lebih keras – pistol, tali gantungan atau loncat dari ketinggian- sementara wanita menggunakan obat tidur, racun dan semacamnya.

Perasaan wanita lebih cepat bangkit dari lelaki, sehingga sentimel dan rasa takutnya segera muncul, berbeda dengan lelaki, yang biasanya lebih berkepala dingin. Di sisi lain, perasaan perempuan secara umum kurang konsisten dibandingkan denga lelaki. Perempuan lebih berhati-hati, lebih tekun beragama, cerewet, takut, dan lebih banyak berbasa-basi. Cintanya kepada keluarga serta kesadarannya tentang kepentingan lembaga keluarga lebih besar.



Dan dari segi kejiwaan lelaki biasanya merasa jemu untuk tinggal berlama-lama di samping kekasihnya. Berbeda dengan wanita, ia merasa nikmat berada sepanjang saaat bersama kekasihnya. Lelaki juga senang dengan tampil dalam wajah yang sama tiap hari. Berbeda dengan wanita yang setiap hari ingin bangkit dari pembaringannya dengan wajah yang baru. Bentuk sukses di mata lelaki adalah kedudukan sosial terhormat serta penghormatan dari lapisan masyarakat, sedangkan bagi wanita adalah menguasai jiwa raga kekasihnya dan memilikinya sepanjang hayat. Karena itu para pria dimasa tuanya merasa sedih karena sumber kekuatan mereka telah tiada, yakni kemampuan untuk bekerja, sedangkan perempuan merasa senang dan rela karena kesenangannya adalah di rumah bersama suami dan anak cucunya.

Wanita itu lebih suka bekerja di bawah pengawasan orang lain dan ingin merasakan bahwa ekspresi mereka mempunyai pengaruh terhadap orang lain serta menjadi kebutuhan orang lain. Kedua kebutuhan ini bersumber dari kenyataan bahwa perempuan berjalan di bawah pimpinan perasaan sedangkan lelaki di bawah pertimbangan akal.

Walaupun kita sering mengamati bahwa perempuan bukan saja menyamai dalam hal kecerdasan, bahkan terkadang melebihinya. Kelemahan utama perempuan adalah perasaannya yang sangat halus. Lelaki berpikir secara praktis, menetapkan, mengatur dan mengarahkan. Dan wanita pun harus menyadari dan menerima kenyataan mereka menbutuhkan lelaki atasnya. Tapi jangan menilai perasaan wanita yang sangat halus itu adalah kelemahannya.justru itu salah satu keistimewaan yang tidak kurang dimiliki oleh lelaki. Keistimewaan itu sangat dibutuhkan oleh keluarga, khususnya dalam rangka mendidik, mebimbing dan memelihara anak-anak.

Memberi nafkah adalah bentuk suatu kelaziman bagi lelaki, serta kenyataan umum dalam masyarakat umat manusia sejak jaman dahulu hingga kini. Sedemikian lumrahnya hal tersebut, sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu.

Tetapi pada hakekatnya ketetapan ini bukan hanya di atas pertimbangan materi semata.

Wanita secara psikologis pasti tidak mau diketahui membelanjai suami, bahkan kekasihnya dan di sisi lain lelaki juga malu jika ada yang mengetahui bahwa kebutuhan hidupnya ditanggung oleh istrinya. Agama Islam yang tuntunan-tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia, mewajibkan menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Kewajiban itu di terima dan menjadi kebanggaan suami, sekaligus menjadi kebanggaan istri yang dipenuhi permintaan nya oleh suami, sebagai tanda cinta kepadanya.

Dan dalam hal pemenuhan kebutuhan wanita pada dasarnya tidak berkewajiban melayani suaminya dalam hal menyediakan makanan, minum, menjahit bajunya dan sebagainya. Justru suamilah yang berkewajiban menyiapkan untuk istri dan anak-anaknya pakaian jadi dan makanan yang siap dimakan.

Dengan adanya keistimewaan fisik dan psikis serta kewajiban memenuhi kebutuhan anak dan istri, lahirlah hak-hak suami yang harus pula dipenuhi oleh istri.

Suami wajib ditaati oleh istrinya dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, serta tidak bertentangan dengan hak pribadi istri. Bukan kewajiban taat secara mutlak. Kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada suami, tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan. Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat/tingkatnya lebih tinggi dari perempuan.

” para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut secara makruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat/tingkat, atas mereka(para istri)”(QS.al-Baqarah 22 8)

Derajat itu adalah kelapangan dada para suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istrinya dan untuk memperlakukan istrinya secara terpuji, agar suami memperoleh derajat itu.

Yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istrinya, bukanlah tidak mengganggunya tetapi bersabar dalam gangguan/kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya.

Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu hal itu banyak, antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah/penggembala dan dalam kedudukan seperti itu, dia berkewajiban memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya(istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya, tetapi di sisi lain perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari jalan yang terbaik ketika melakukan pemecahan suatu persoalan.

Jika titik temu dalam bermusyawarah antara suami-istri tidak diperoleh, dan kepemimpinan suami yang harus ditaati dihadapi oleh istri dengan nusyuz, keangkuhan dan pembangkangan, maka ada tiga langkah yang dianjurkan untuk ditempuh suami mempertahankan mahligai pernikahan.

Ketiga langkah tersebut adalah nasihat, menghindari hubungan seks dan memukul. Dan dapat saja urutan yang kedua didahulukan sebelum yang pertama. Namun demikian, penyusunan langlah-langkah itu sebaiknya ditempuh secara berurut.

Perselisihan hendaknya tidak diketahui oleh orang lain, bahkan oleh anak-anak dan anggota keluarga di rumah sekalipun. Karena semakin banyak yang mengetahui, semakin sulit memperbaiki, kalaupun kemudian ada keinginan untuk meluruskan benang kusut, boleh jadi harga diri di hadapan mereka yang mengetahuinya akan menjadi aral menghalang.

Perlu juga disadari bahwa dalam kehidupan rumah tangga pasti ada saja sedikit atau banyak yang tidak mempan baginya nasehat atau sindiran. Nah, apakah ketika itu, pemimpin rumah tangga bermasa bodoh, membiarkan rumah tangganya dalam suasana tidak harmonis, ataukah dia harus mengundang orang luar atau yang berwajib untuk meluruskan yang menyimpang di antara anggota keluarganya? Di sisi lain pendidikan atau hukuman tidak ditujukan kepada Anda-wahai kaum Hawa yang menjalin cinta kasih dengan suami, tidak juga kepada yang tidak membangkang perintah suami, perintah yang wajib diikuti. Tetapi ia ditujukan kepada yang membangkang. Anda jangan berkata jumlah mereka tidak banyak, karena kalau pun yang membangkang dan tidak mempan baginya alternatif pertama dan kedua, jumlahnya tidak banyak, apakah salah atau tidak bijaksana bila agama menyediakan tuntunan pemecahan, bagi yang jumlahnya sedikit itu? Jangan pula berkata bahwa memukul sudah tidak relevan dengan jaman sekarang, karena pakar-pakar pendidikan masih mengakuinya untuk kasus-kasus tertentu tentunya. Bahkan di kalangan kemiliteran pun masih dikenal bagi yang melanggar disiplin, dan sekali lagi harus di diingat bahwa pemukulan yang diperintahkan di sini adalah yang tidak mencederai atau menyakitkan. Dan tidak juga pemukulan itu diartikan sebagai penghinaan atau tindakan yang tidak terhormat. Sebenarnya pemukulan disini bukan dengan secara fisik saja tapi oleh kata2 sindiran atau ucapan.

Kalau ketiga langkah yang diajarkan di atas, belum juga berhasil, maka habis sudah upaya yang dapat dilakukan oleh suami, ketika itu sudah sangat sulit membatasi perselisihan mereka terbatas dalam kamar atau rumah.

Pastilah ketika asap api pertengkaran telah mengepul ke udara. Kepada yang melihat atau mencium atau mengetahui adanya asap itu baik keluarga maupun yang orang-orang yang dipercaya hendaknya mengutus juru damai(hakam) dari kedua belah pihak. Utusan itu harus bijaksana dalam mendamaikan mereka bukan yang memberi masukan-masukan yang bisa memperkeruh dan memperumit serta mengutus mereka-mereka yang mempunyai kepentingan pribadi tersendiri. Jika keduanya (suami-istri) atau utusan-utusan itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada keduanya (suami-istri) tersebut. Karena ketulusan niat untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga merupakan modal utama menyelesaikan semua problem keluarga.

Sesungguhnya Allah sejak dahulu hingga kini dan akan datang Maha Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Mengenal sekecil apapun termasuk detak-detik kalbu suami istri dan para utusan-utusan itu.

Dan jika gagal para utusan-utusan itu bukan yang menetapkan hasil akhir dari suami istri yang bersengketa. Mereka tidak mempunyai kewenangan.

Untuk menceraikan hanya berada di tangan suami, dan tugas mereka hanya mendamaikan, tidak lebih dan tidak kurang

Ku baca, ku rasa, ku dengar, ku lihat, ku coba

nu legawa

4 comments:

Anonymous said...

good pisan puisi nya ...sip aa berkarya terus.......horas

Anonymous said...

aa meni menyentuh euy..hebat euy

Anonymous said...

g ngambek ama sapa kang...meni begitu mengena nich..slam the jack

Anonymous said...

Got everything you want ,don't ever give up,if live is too short,so don't ever wasting the time,time is running out,age getting old,we cant step a side from them,keeps on ur railway,stepping your feet little by little with all goodness willing....
CIAOoooo :D batboy152000@yahoo.com